APAKAH BENAR KETIKA KITA BANGUN DARI IFTIROS MENGEPALKAN TANGAN ?
Assalamu'aikum. Wr. Wb.
Dalam diskusi kecil, menurut teman saya cara yang paling benar ketika
bangkit dari sujud dalam shalat adalah dengan cara mengepalkan tangan.
Berarti praktik shalat yang selama ini kita jalani di mana setiap
bangkit dari sujud tidak mengepalkan tangan tetapi menghamparkan telapak
tangan dianggap kurang benar.
Bagaimana pandangan pak ustadz dalam
masalah ini, mohon penjelasannya? Atas penjelasannya, saya ucapkan
terima kasih. Wassalamu alaikum wr. wb.
Jawaban
Assalamu alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Sepanjang kami
ketahui dalam soal ini adalah bahwa disunahkan bagi orang yang shalat
ketika bangun atau bangkit dari sujud atau duduk untuk bertumpu di atas
kedua tangannya.
Alasan yang bisa dikemukan dalam hal ini adalah
bahwa hal tersebut mengacu kepada praktik Rasulullah SAW itu sendiri. Di
samping alasan lain adalah lebih merupakan sebagai simbol ketawadlu’an
(asybah lit tawadhu’ ) dan lebih dapat membantu orang yang shalat.
ﻳُﺴَﻦُّ ( ﺃَﻥْ ﻳَﻌْﺘَﻤِﺪَ ﻓِﻲ ﻗِﻴَﺎﻣِﻪِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺴُّﺠُﻮﺩِ ﻭَﺍﻟْﻘُﻌُﻮﺩِ
ﻋَﻠَﻰ ﻳَﺪَﻳْﻪِ ) ؛ ﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﺃَﺷْﺒَﻪُ ﺑِﺎﻟﺘَّﻮَﺍﺿُﻊِ ، ﻭَﺃَﻋْﻮَﻥُ
ﻟِﻠْﻤُﺼَﻠِّﻲ ، ﻭَﻟِﺜُﺒُﻮﺗِﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﺤِﻴﺢِ ﻋَﻦْ ﻓِﻌْﻠِﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ
Artinya, “Sunah untuk bertopang kepada kedua
tangannya ketika bangun dari sujud dan duduk karena hal tersebut lebih
tampak sebagai simbol ketawadlu’an, lebih bisa membantu orang yang
shalat, dan karena telah dipraktikan oleh Rasulullah SAW sebagaimana
ditetapkan dalam hadits sahih,”
(Lihat Muhammad Khathib asy-Syarbini,
Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj , Bairut-Dar al-Fikr, juz
I, halaman 182).
Jika bertumpu di atas kedua tangan adalah praktik
yang dilakukan Rasulullah SAW, pertanyaannya bagaimana caranya? Menurut
Muhammad Khathib asy-Syarbini, baik orang kuat maupun yang lemah caranya
adalah dengan menjadikan kedua telapak tangan dan telapak jari-jari di
atas tanah.
ﻭَﻛَﻴْﻔِﻴَّﺔُ ﺍﻟِﺎﻋْﺘِﻤَﺎﺩِ ﺃَﻥْ ﻳَﺠْﻌَﻞَ ﺑَﻄْﻦَ
ﺭَﺍﺣَﺘَﻴْﻪِ ، ﻭَﺑُﻄُﻮﻥَ ﺃَﺻَﺎﺑِﻌِﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻭَﺳَﻮَﺍﺀٌ ﻓِﻴﻪِ
ﺍﻟْﻘَﻮِﻱُّ ﻭَﺍﻟﻀَّﻌِﻴﻒُ
Artinya, “Sedang cara bertumpunya adalah
dengan menjadikan kedua telapak tangan dan telapak jari-jarinya di atas
tanah baik orang yang kuat maupun yang lemah,” (Lihat M Khathib
asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj , juz I,
halaman 182).
Sedang kalangan yang berpendapat bahwa orang yang
shalat ketika bangkit dari sujud dengan cara mengepalkan tangannya
didasarkan salah satu hadits berikut ini:
ﺇﺫَﺍ ﻗَﺎﻡَ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻭَﺿَﻊَ ﻳَﺪَﻩُ ﺑِﺎﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻛَﻤَﺎ ﻳَﻀَﻊُ ﺍﻟْﻌَﺎﺟِﻦُ
Artinya, “Ketika Rasulullah SAW bangkit dalam shalatnya Beliau
meletakkan tangannya di atas tanah sebagaimana tukang adonan roti
meletakan tangannya (al-‘ajin ).”
Tetapi persoalannya menurut para
ulama, hadits ini bukan masuk kategori hadits sahih sehingga tidak bisa
dijadikan dasar. Meskipun hadits ini jika dianggap sahih, makna kata
al-‘ajin bukan dalam pengertian tukang roti yang membuat adonan roti,
tetapi maknanya adalah orang yang tua renta (asy-syaikh al-kabir ).
Sehingga makna hadits tersebut adalah Rasulullah SAW ketika berdiri
dalam shalat dengan bertumpu dengan kedua telapak tanggannya sebagaimana
bertumpunya orang yang tua renta. Bukan diartikan mengepalkan kedua
tangannya sebagaimana tukang pembuat adonan roti.
Sebab, praktik
yang dilakukan Rasulullah SAW itu sendiri ketika bangkit dari sujud
tidak mengepalkan tanggannya, tetapi dengan menjadikan kedua telapak
tanggan dan telapak jari-jarinya di atas tanah, sebagaimana yang
dijelaskan di atas mengetahui tata-caranya.
ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚُ
ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻮَﺳِﻴﻂِ ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻛَﺎﻥَ ﺇﺫَﺍ ﻗَﺎﻡَ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻭَﺿَﻊَ
ﻳَﺪَﻩُ ﺑِﺎﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻛَﻤَﺎ ﻳَﻀَﻊُ ﺍﻟْﻌَﺎﺟِﻦُ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﺑِﺼَﺤِﻴﺢٍ ﻭَﺇِﻥْ
ﺻَﺢَّ ﺣُﻤِﻞَ ﻋَﻠَﻰ ﺫَﻟِﻚَ ﻭَﻳَﻜُﻮﻥُ ﺍﻟْﻤُﺮَﺍﺩُ ﺑِﺎﻟْﻌَﺎﺟِﻦِ ﺍﻟﺸَّﻴْﺦَ
ﺍﻟْﻜَﺒِﻴﺮَ ﻟَﺎ ﻋَﺎﺟِﻦَ ﺍﻟْﻌَﺠِﻴﻦِ
Artinya, “Adapun hadits yang
terdapat dalam kitab al-Wasith dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi saw ketika
berdiri dalam shalat meletakkan tangannya di atas tanah sebagaimana
tukang pembuat adonan roti, bukan termasuk hadits sahih. Dan jika hadits
ini sahih maka mesti ditafsirkan dengan penafsiran di atas (menjadikan
kedua telapak tangan dan telapak jari di atas tanah), dan yang dimaksud
dengan al-‘ajin adalah orang yang tua renta bukan tukang pembuat adonan
roti (‘ajin al-‘ajn ),” (Lihat M Khathib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj
ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj , juz I, halaman 182).
Demikian
jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik.
Saran kami jangan sampai perbedaan dalam masalah ini menimbulkan konflik
dan saling menyalahkan satu sama lain. Kami selalu terbuka untuk
menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
LABEL
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "APAKAH BENAR KETIKA KITA BANGUN DARI IFTIROS MENGEPALKAN TANGAN ?"
Post a Comment