NABI TIDAK PERNAH MEMERINTAHKAN
MENEMPEL KAKI SAAT SHOLAT BERJAMA'AH
Nabi Tidak Memerintahkan Menempel Kaki Saat
Sholat Berjama’ah Dari buku pelajaran sholat Drs Moh Rifa’i, Penerbit PT Karya
Toha Putra Semarang posisi kaki Aswaja dgn mazhab Syafi’ie itu jika sholat itu
tegak lurus ke atas. Bukan sejajar bahu. Kalau sejajar bahu sebagaimana anak2
muda akhir zaman yang mencari2 kaki orang lain untuk ditempel, niscaya akan
ngangkang. Karena posisi bahu itu adalah posisi paling lebar di tubuh kita.
Hadits menempel kaki ini perawinya cuma 2 orang
di level sahabat, yaitu Anas bin Malik dan An-Nu’man bin Basyir
radhiyallahuanhuma.
Coba kita lihat dan teliti haditsnya:
1. Hadits Riwayat Anas
bin Malik
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ
خَالِدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا
يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ»
Dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad
shallaAllah alaih wasallam: ”Tegakkanlah shaf kalian, karena saya melihat
kalian dari belakang pundakku.” ada diantara kami orang yang menempelkan
bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya.(HR.
Al-Bukhari)
Dari situ Nabi cuma bilang: “Tegakkanlah shaf
kalian”. Sekali lagi Nabi cuma bilang: “Tegakkanlah shaf kalian”. Nabi tidak
bilang kita harus menempel telapak kaki.
Anas bin Malik menyatakan bahwa ada orang yang
menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak
kakinya. Orang tsb bukan sahabat Nabi yang terkenal macam Abu Bakar, Umar,
Usman, Ali, dsb. Jika benar, tentu namanya sudah disebut. Jadi orangnya tidak
kita kenal siapa. Cuma satu orang. Bukan semua sahabat. Dan Nabi juga tidak
tahu apakah ada yang menempelkan kaki karena posisi Nabi ada di depan sebagai
Imam. Paling banter Nabi hanya bisa melihat bahu. Nabi tidak ditanya apa
menempel kaki yg dilakukan oleh seorang sahabat itu benar. Jadi menempel kaki
itu bukan perintah Nabi. Bukan pula sunnah semua sahabat. Cuma sunnah seorang
sahabat yang tidak kita kenal namanya.
Hadits Riwayat an-Nu’man bin Basyir
وَقَالَ النُّعْمَانُ
بْنُ بَشِيرٍ: رَأَيْتُ الرَّجُلَ مِنَّا يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ
An-Nu’man bin Basyir berkata: Saya
melihat laki-laki diantara kami ada yang menempelkan mata kakinya dengan mata
kaki temannya(HR. Bukhari)
Hadits kedua ini juga diriwayatkan oleh Al-Imam
Al-Bukhari dalam kitab As-Shshahih, pada bab yang sama dengan hadits di atas.
Catatan
Hadits kedua ini mu’allaq dalam shahih Bukhari,
hadits ini lengkapnya adalah:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ,
حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ أَبِي الْقَاسِمِ الْجَدَلِيِّ, قَالَ أَبِي:
وحَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ, أَخْبَرَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ حُسَيْنِ بْنِ الْحَارِثِ
أَبِي الْقَاسِمِ, أَنَّهُ سَمِعَ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ, قَالَ: أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِوَجْهِهِ عَلَى النَّاسِ, فَقَالَ: ” أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ, ثَلَاثًا وَاللهِ لَتُقِيمُنَّ
صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ ” قَالَ: ” فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ,
وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَتِهِ وَمَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِهِ
An-Nu’man bin Basyir berkata: Rasulullah
menghadap kepada manusia, lalu berkata: Tegakkanlah shaf kalian!; tiga kali.
Demi Allah, tegakkanlah shaf kalian, atau Allah akan membuat perselisihan
diantara hati kalian. Lalu an-Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat laki-laki
menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul dengan dengkul dan
bahu dengan bahu.
Selain diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari,
hadits-hadits ini juga diriwayatkan oleh para ulama hadits, diantaranya Al-Imam
Abu Daud dalam kitab Sunan-nya, 1/ 178, Al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab
Musnad-nya, hal. 30/378, Al-Imam Ad-Daraquthni dalam kitab Sunan-nya hal. 2/28,
Al-Imam Al-Baihaqi dalam kitab Sunan-nya hal. 1/123] Catatan
Setelah Nabi memerintahkan menegakkan shaf,
shahabat yang bernama An-Nu’man bin Basyir radhiyallahuanhu melihat seorang
laki-laki yang menempelkan mata kaki, dengkul dan bahunya kepada temannya.
PERHATIKAN:
Nabi cuma berkata: Tegakkanlah shaf
kalian!; tiga kali.
Perhatikan sekali lagi, Nabi cuma berkata:
Tegakkanlah shaf kalian!; tiga kali.
Adakah Nabi memerintahkan kita menempel kaki
dengan kaki? Tidak bukan?
Cuma Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat
seorang laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul
dengan dengkul dan bahu dengan bahu.
Sekali lagi Nu’man cuma mengatakan dia melihat
seorang laki2 menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul
dengan dengkul dan bahu dengan bahu.
Cuma seorang laki2 yang tidak dikenal namanya.
Bukan sahabat utama.
Ulama Bakr Abu Zaid (w. 1429 H) adalah salah
seorang ulama Saudi yang pernah menjadi Imam Masjid Nabawi, dan menjadi salah
satu anggota Haiah Kibar Ulama Saudi. Dia menulis kitab yang berjudul La
Jadida fi Ahkam as-Shalat (Tidak Ada Yang Baru Dalam Hukum Shalat),
hal. 13.
Dalam tulisannya Bakr Abu Zaid berpendapat :
وإِلزاق الكتف بالكتف في كل قيام, تكلف ظاهر وإِلزاق
الركبة بالركبة مستحيل وإِلزاق الكعب بالكعب فيه من التعذروالتكلف والمعاناة
والتحفز والاشتغال به في كل ركعة ما هو بيِّن ظاهر.
Menempelkan bahu dengan bahu di setiap
berdiri adalah takalluf (memberat-beratkan) yang nyata. Menempelkan dengkul
dengan dengkul adalah sesuatu yang mustahil, menempelkan mata kaki dengan mata
kaki adalah hal yang susah dilakukan.
Bakr Abu Zaid melanjutkan:
فهذا فَهْم الصحابي – رضي الله عنه – في التسوية:
الاستقامة, وسد الخلل لا الإِلزاق وإِلصاق المناكب والكعاب. فظهر أَن المراد: الحث
على سد الخلل واستقامة الصف وتعديله لا حقيقة الإِلزاق والإِلصاق
Inilah yang difahami para shahabat dalam
taswiyah shaf: Istiqamah, menutup sela-sela. Bukan menempelkan bahu dan mata
kaki. Maka dari itu, maksud sebenarnya adalah anjuran untuk menutup sela-sela,
istiqamah dalam shaf, bukan benar-benar menempelkan.
Jadi, menurut Bakr Abu Zaid (w. 1429 H) hadits
itu bukan berarti dipahami harus benar-benar menempelkan mata-mata kaki,
dengkul dan bahu tapi hanya meluruskan Shaf.
Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H) termasuk ulama
besar yang menulis kitab penjelasan dari Kitab Shahih Bukhari.
Ibnu Rajab menuliskan:
حديث أنس هذا: يدل على أن تسوية الصفوف: محاذاة المناكب
والأقدام
Hadits Anas ini menunjukkan bahwa yang
dimaksud meluruskan shaf adalah lurusnya bahu dan telapak kaki. (Lihat:
Ibnu Rajab al-Hanbali; w. 795 H, Fathu al-Bari, hal.6/ 282).
Nampaknya Ibnu Rajab lebih memandang bahwa maksud
hadits Anas adalah meluruskan barisan, yaitu dengan lurusnya bahu dan telapak
kaki.
Komentar Ibnu Hajar (w. 852 H), Beliau Ibnu Hajar
al-Asqalani menuliskan:
الْمُرَادُ بِذَلِكَ الْمُبَالَغَةُ فِي تَعْدِيلِ
الصَّفِّ وَسَدِّ خَلَلِهِ
Maksud hadits ”ilzaq” adalah berlebih-lebihan
dalam meluruskan shaf dan menutup celah. [Ibnu Hajar, Fathu al-Bari, hal.
2/211]
Memang disini beliau tidak secara spesifik
menjelaskan harus menempelkan mata kaki, dengkul dan bahu. Karena maksud haditsnya
adalah untuk berlebih-belihan dalam meluruskan shaf dan menutup celahnya.
Catatan Penting:
Setelah Nabi memerintahkan menegakkan shaf,
shahabat yang bernama An-Nu’man bin Basyir radhiyallahuanhu melihat
seorang laki-laki yang menempelkan mata kaki, dengkul dan bahunya kepada
temannya.
Pertanyaannya adalah :
Apakah menempelkan mata kaki itu sunnah Nabi shallallahu
alaihi wasallam atau bukan?
Dalam arti apakah hal itu merupakan contoh
langsung dari Nabi shallallahu alaihi wasallam atau bentuk perintah yang
secara nash beliau shallallahu alaihi wasallam menyebut: “harus
menempel” ?
Menempelkan mata kaki dalam shaf bukan tindakan atau anjuran
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Bukankah haditsnya jelas Shahih dalam Shahih Bukhari dan Abu
Daud?
Iya sekilas memang terkesan bahwa menempelkan itu perintah
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam Tapi keshahihan hadits saja belum
cukup tanpa pemahaman yang benar terhadap hadits shahih.
Jika kita baca seksama teks hadits dua riwayat diatas, kita
dapati bahwa ternyata yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam anjurkan
adalah menegakkan shaf. Perhatikan redaksinya :
أَقِيمُوا
صُفُوفَكُمْ
Tegakkah barisan kalian
Itu yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam katakan.
Sama sekali beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berkata, ”Tempelkanlah
mata kaki kalian!”. Dan beliau juga tidak main ancam siapa yang tidak
melakukannya dianggap telah kafir atau ingkar dengan sifat-sifat Allah. Yang
bilang seperti itu hanya Nashiruddin Al-Albani seorang. Para ulama sepanjang
zaman tidak pernah berkata seperti itu, kecuali murid-murid pendukungnya saja.
Menempelkan mata kaki adalah pemahaman salah satu dari
Sahabat
Coba kita baca lagi haditsnya dengan seksama. Dalam
riwayatnya disebutkan:
- [وَكَانَ أَحَدُنَا] dan salah satu dari kami
- [رَأَيْتُ الرَّجُلَ مِنَّا] saya melihat seorang laki-laki dari kami
- [فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ] saya melihat seorang laki-laki
Meskipun dengan redaksi yang berbeda, tetapi kesemuanya
merujuk pada makna bahwa ”salah satu” sahabat Nabi ada yang melakukan hal itu.
Maka hal itu adalah perbuatan dari salah satu sahabat Nabi, hasil dari
pemahamannya setelah mendengar perintah Nabi agar menegakkan shaf.
Terkait ucapan atau perbuatan shahabat, Al-Amidi (w. 631 H)
salah seorang pakar Ushul Fiqih menyebutkan:
ويدل على مذهب
الأكثرين أن الظاهر من الصحابي أنه إنما أورد ذلك في معرض الاحتجاج وإنما يكون ذلك
حجة إن لو كان ما نقله مستندا إلى فعل الجميع لأن فعل البعض لا يكون حجة على البعض
الآخر ولا على غيرهم
Menurut madzhab kebanyakan ulama’, perbuatan shahabi menjadi
hujjah jika didasarkan pada perbuatan semua shahabat. Karena perbuatan sebagian
tidak menjadi hujjah bagi sebagian yang lain, ataupun bagi orang lain. (Lihat :Al-Amidi; w. 631 H,
Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, hal. 2/99)
Jadi, menempelkan mata kaki itu bisa menjadi hujjah jika
dilakukan semua shahabat. Dari redaksi hadits, kita dapati bahwa menempelkan
mata kaki dilakukan oleh seorang laki-laki pada zaman Nabi. Kita tidak tahu
siapakah lelaki itu. Lantas bagaimana dengan Anas yang telah meriwayatkan
hadits?
Anas tidak melakukan hal itu
Jika kita baca teks hadits dari Anas bin Malik dan An-Nu’man
bin Basyir di atas, sebagai dua periwayat hadits, ternyata mereka berdua hanya
melihat saja. Mereka malah tidak melakukan apa yang mereka lihat.
Kenapa?
Karena yang melakukannya bukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sendiri. Dan para shahabat yang lain juga tidak
melakukannya. Yang melakukannya hanya satu orang saja. Itupun namanya tidak
pernah disebutkan alias anonim.
Hal itu diperkuat dengan keterangan Ibnu Hajar al-Asqalani
(w. 852 H) melanjutkan riwayat Anas bin Malik:
وَزَادَ
مَعْمَرٌ فِي رِوَايَتِهِ وَلَوْ فَعَلْتُ ذَلِكَ بِأَحَدِهِمُ الْيَوْمَ لَنَفَرَ
كَأَنَّهُ بغل شموس
Ma’mar menambahkan dalam riwayatnya dari Anas; jika saja hal
itu saya lakukan sekarang dengan salah satu dari mereka saat ini, maka mereka
akan lari sebagaimana keledai yang lepas. [Ibnu Hajar, Fathu al-Bari, hal. 2/211]
Jika menempelkan mata kaki itu sungguh-sungguh anjuran Nabi,
maka mereka sebagai salaf yang shalih tidak akan lari dari hal itu dan
meninggalkannya.
0 Response to "NABI TIDAK MEMERINTAHKAN MENEMPEL KAKI SAAT SHOLAT BERJAMA’AH"
Post a Comment